Batik tulis lasem merupakan salah satu jenis batik yang sudah ada sejak tahun
1314 Masehi. Keberadaan batik tulis lasem ini bersamaan dengan kedatangan Laksamana Cheng Ho yang telah di akui
kualitas dan coraknya yang begitu elegan. Ada pula batik tulis lasem hasil karangan Mpu Santri Badra yang di buat pada
tahun 1401 Saka atau tahun 1479 Masehi yang akhirnya di tulis kembali oleh
Raden Panji Kamzah pada tahun 1858. Ia menyebutkan bahwa ada anak buah kapal
dari Dhang Puhawang Tzeng Ho yang berasal dari Negara Tiong Hwa, Bi Nang Un
beserta istrinya Na Li Ni yang lebih memilih untuk menetap di Bonang setelah menyaksikan
keindalan alam jawa.
Di tempat tinggal baru mereka inilah sang istri Na Li Li
muali membuat batik burung hong, banji, bunga seruni, liong, mata uang serta
warna merah darah ayam khas Negara Tiong Hwa. Motif-motif inilah yang menjadi
ciri khas unik dari batik tulis lasem.
Keunikan dari batik
tulis lasem akhirnya mendapatkan tempat terpenting dalam dunia perdagangan.
Para pedagang antar pulau akhirnya mengirim batik tulis lasem ke seluruh wilayah Nusantara. Bahkan, sejak awal
abad XIX batik tulis lasem telah di
expor hingga ke Thailand dan Suriname. Pada masa itu batik tulis lasem memasuki masa kejayaannya.
Ketenaran batik tulis
lasem di berbagai penjuru nusantara membuat para perajinnya menjadi semakin
kreatif dalam membuat motif-motif baru. Motif-motif baru yang di ciptakan
tersebut seperti watu pecah, kricakan, latohan, serta gunung ringgit. Motif
kricakan dibuat karena perajinnya terinspirasi oleh penderitaan rakyat yang di
haruskan memecahkan batu-batu yang berukuran besar untuk mebuat jalan raya pos
oleh Daendels. Selanjutnya perkembangan batik
tulis lasem terus mengalami psang surut hingga saat ini.